| 
Nurul Fitri Ramadhani 
Dara Sevada 
Noor Rizky Aulia 
Fathia Syahriana 
Wahyu Rosita Dewi 
Muhammad Fadli 
Aric Hilman 
I.         
  TUJUAN  
Untuk memberikan panduan tata cara pembuatan
  sediaan injeksi dan mengetahui
  area kerja pembuatan sediaan steril serta melakukan evaluasi sediaan
  injeksi 
II.        
  FORMULATION 
              Formula umum untuk sediaan injeksi : 
              R/  Furosemid                                  10
  mg  
                    Sodium Hidroksida                     1,34
  mg 
                    Sodium Klorida                           7,5 mg 
                    Hydroklorid Acid                          qs 
                    Water for injection (WFI)            qs 
                    Gas Nitrogen                               qs
  (1) 
              Formula modifikasi
  untuk sediaan injeksi : 
              R/     Furosemid                               10
  mg 
                       Sodium
  Klorida                        7,5 mg 
                       Sodium
  Hidroksida                  1,34 mg 
                       Hydroklorid
  Acid (HCl)            qs 
                       Water For
  injection (WFI)        qs (2) 
III.      
  TANGGUNG
  JAWAB 
1.
  Muhammad Fadli yang bertanggung jawab atas
  pelaksanaan prosedur tetap ini. 
2.
  Nova Arum selaku supervisor dalam pelaksanaan
  prosedur tetap ini.  
IV.      
  DEFINISI
   
      Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan,emulsi atau
  suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu
  sebelum digunakan,yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam
  kulit atau melalui kulit atau selaput lendir (2). Injeksi volume kecil
  adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 ml atau kurang(3). 
      Pemberian
  obat secara parenteral (berarti “diluar usus”) biasanya dipilih bila
  diinginkan efek yang cepat,kuat,dan lengkap atau untuk obat yang merangsang
  atau dirusak getah lambung  | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| 
(hormon), atau tidak direabsorbsi usus
  (streptomisin).Begitu pula pada pasien yang tidak sadar atau tidak mau
  bekerja sama.Keberatannya adalah cara ini lebih mahal dan nyeri serta sukar
  dugunakan oleh pasien sendiri.Selain itu,ada pula bahaya terkena infeksi
  kuman(harus steril) dan bahaya merusak pembuluh atau saraf jika tempat
  suntikan tidak dipilih dengan tepat.Intravena adalah injeksi kedalam pembuluh
  darah menghasilkan efek tercepat : dalam waktu 18 detik,yaitu waktu 1
  peredaran darah ,obat sudah tersebar ke seluruh jaringan.Tetapi,lama kerja
  obat biasanya hanya singkat. 
V.       PELAKSANAAN
   
      Metode                                : Metode sterilasi yang digunakan yaitu metode
  sterilisasi panas basah dan metode sterilisasi kering.Metode sterilisasi
  panas basah yaitu dengan menggunakan autoclave dengan suhu 121 º C selama 15
  menit dan untuk sterilisasi kering dengan menggunakan oven pada suhu 170 º C
  selama 30 menit.   
         Bahan dan Alat                     :   
         Bahan :  
1.   
  Furosemid 
2.   
  Sodium
  Klorida 
3.   
  Sodium
  Hidroksida 
4.   
  Hydroklorid
  Acid (HCl) 
5.   
  Water
  For injection (WFI) 
      Alat : 
1.  
  Kaca arloji 
2.  
  Batang pengaduk 
3.  
  Cawan porselen 
4.  
  Gelas ukur 
5.  
  Pipet tetes 
6.  
  Corong 
7.  
  Kertas saring 
8.  
  Kapas 
9.  
  Erlenmeyer 
10.    Gelas beker 
11. Vial 
12.  
Pinset 
               Prosedur
kerja                      : 
1.   
Sterilisasi alat : 
 
1.   
Penimbangan bahan formulasi 
 
2.   
Perhitungan 
a.      Furosemid
 
10
mg/ml = 0,1 g/100 ml = 0,1 % 
                 ΔTf = Liso x Berat x
1000 / BM x V  = 1,86 x 0,01 x 1000 
                        330,74
x 10 
                 = 18,6 / 3307,4 
                 = 5,624 x 10-3 
                 Kesetaraan furosemid = ∆ tf X gram  
                                                     = 5,624 x 10-3
X 0,1 
                                                     =5,624 x 10-4 
                      ∆tf yang ditambahkan = 0,52 – 5,624 x 10-4 
                                                                       = 0,519 
Setara dengan NaCl  
                 = 0,519 / 0,52 x 0,9 gr / 100 ml 
                 = 0,0898 gr/10 ml = 89,8 mg/10 ml 
3.    Pembuatan sediaan injeksi furosemide 
a.Pembuatan larutan furosemid 
Disiapkan air (WFI) yang
akan digunakan untuk persiapan larutan dengan kisaran ph 5,0 – 7,0 dan produk
ini sensitif terhadap cahaya.Lindungi dari cahaya sebanyak mungkin saat
pembuatan 
Pembuatan WFI yaitu dengan mendidihkan air
selama 30 menit dihitung dari setelah air mendidih diatas api lalu didinginkan 
Ditambahkan dan dilarutkan sodium kloride dan
sodium hydroxide 
Ditambahkan furosemid ke dalam larutan di atas dan
di aduk hingga terlarut menjadi suatu larutan 
Di ukur ph larutan dengan menggunakan ph meter
berkisar (8,5 – 9,1) 
Disesuaikan ph jika perlu dengan larutan natrium
hidroksida 10 % atau larutan 1N asam klorida 1 N. 
Setelah menyesuaikan ph,dibuat volume untuk 100 ml
dengan WFI sesuai langkah diatas dan dicampur selama 15 menit 
Di ambil sampel untuk di uji pH 
b.Persiapan ampul 
Distrerilkan kaca ampul menggunakan gelas tipe I
sebanyak 2 ml 
Sterilisasi ampul
yang akan diisi menggunakan autoclave selama 15 menit pada suhu 121ᵒ C 
C.Uji kebocoran ampul 
Dilakukan uji kebocoran ampul dengan membalikkan
ampul dan terakhir di uji kejernihan dnegan melihatnya menggunakan latar
belakang hitam 
1.    Evaluasi : 
1.   Evaluasi Kimia 
a.   Furosemid  
Sinonim :
Furosemid,Furosemidum 
Struktur kimia :
4-chloro-N-furfuryl-5-sulphamolyanthranilic acid 
Nama kimia : C12H11CIN2O5S 
BM : 330,74 
Furosemid mengandung tidak kurang dari 98,5 % dan tidak
lebih dari 101,0 % C12H11CIN2O5S 
Pemerian : serbuk hablur,putih atau hampir putih,tidak
berbau,hampir tidak berasa. 
Kelarutan :  
Berdasarkan FI Ed III praktis tidak larut dalam air dan
dalam kloroform,larut dalam 75 bagian etanol (95 %) dan dalam 850 bagian
eter,larut dalam larutan alkali hidroksida,sedangkan menurut FI Ed IV praaktis
tidak larut dalam air ,mudah larut dalam aseton,dalam metilformamida dan dalam
larutan alkali hidroksida,larut dalam methanol,agak sukar larut dalam etanol,sukar
larut dalam eter,sangat sukar larut dalam kloroform 
pH : 8,9 – 9,3 
fungsi : zat aktif
(diuretik) 
Penyimpanan : dalam
wadah tertutup baik (3,4) 
b.      Sodium Hidroksida 
Sodium hidroksida
mengandung tidak kurang 95 % dan tidak lebih dari 100,5 % alkali jumlah,dihitung
sebagai NaOH,mengandung Na2CO3 tidak lebih dari 3,0% Pemerian
: Putih atau praktis putih,massa melebur,berbentuk pellet,serpihan,batang atau
bentuk lain.Keras,rapuh,dan menunjukkan pecahan hablur.Bila dibiarkan di
udara,akan cepat menyerap karbondioksida dan lembab. 
Kelarutan : mudah larut
dalam air dan dalam etanol 
Wadah dan penyimpanan :
dalam wadah tertutup rapat 
c.      Natrium
kloridum 
Sinonim : Sodium Chloride 
Rumus molekul : NaCl 
BM
: 58.44 
Pemerian : Serbuk
kristal putih, tidak bewarna, mempunyai rasa garam (asin) 
pH : 6.7 – 7.3 
Kelarutan : Sedikit larut dalam etanol, larut
dalam 250 bagian etanol 95%; larut dalam
10 bagian gliserin; larut dalam 2,8 bagian air dan 2,6 bagian air pada suhu 100ºC 
Fungsi : Bahan
pengatur tonisitas, sumber ion natrium 
OTT : Larutan
natrium klorida bersifat korosif dengan besi, membentuk endapan bila bereaksi
dengan perak; garam merkuri; agen oksidasi kuat pembebas klorine dari larutan
asam sodium klorida; kelarutan pengawet nipagin menurun dalam larutan sodium
kloride. 
Titik didih :
1439ºC 
Titik lebur : 801ºC 
Stabilitas :
Larutan sodium klorida stabil tetapi dapat menyebabkan perpecahan partikel kaca
dari tipe tertentu wadah kaca. Larutan steril ini dapat disterilisasi dengan
autoklaf atau filtrasi dalam bentuk padatan stabil yang harus disimpan dalam
wadah tertutup rapat, sejuk dan tempat kering. 
a.      Acidum hydrochloridum  
Sinonim : asam klorida 
Rumus molekul : HCl 
BM : 36.46 
Pemerian : Cairan tidak
berwarna; berasap; bau merangsang. Jika diencerkan  
dengan 2 bagian volume air,
asap hilang. Bobot jenis lebih kurang 1.18. 
Stabilitas : bersifat
korosif  
Fungsi : sebagai
campuran dapar  
OTT : dengan basa,
alkali karbonat, dengan garam perak dan garam merkuri  
Wadah dan penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat  
b.      Aqua Pro Injeksi 
Pemerian : Cairan jernih
atau tidak bewarna, tidak berbau dan tidak berasa 
Kelarutan : Dapat
bercampur dengan pelarut polar dan elektrolit 
Fungsi : Sebagai bahan
pembawa sediaan intravena 
OTT : Dalam sediaan
farmasi, air dapat beraksi dengan obat dan zat 
tambahan lainnya yang mudah terhidrolisis (mudah terurai
dengan adanya atau kelembaban). Air dapat bereaksi kuat & cepat dengan
logam alkali dan zat pengoksidanya seperti kalsium oksidan Magnesium oksida,
air juga bereaksi dengan bahan organik. 
Stabilitas : Air stabil dalam setiap keadaan
(es;cairan;uap panas). Air untuk penggunaan khusus harus disimpan dalam wadah yang sesuai. 
Pembuatan : Aqua
destilata dipanaskan sampai mendidih kemudian dipanaskan 20 menit terbentuklah
API 
1.                         
Evaluasi Fisika 
a.                  
Penetapan pH .   (FI
ed. IV, hal 1039-1040) 
Harga
ph adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (ph meter) yang sesuai
,yang telah dibakukan sebagaimana mestinya ,yang mampu mengukur harga ph sampai
0,02 unit ph menggunakan elektrode indikator yang peka terhadap aktivitas ion
hidrogen ,elektrode kaca dan elektrode pembanding yang sesuai seperti elektrode
kalomel atau elektrode perak-perak klorida. 
Alat harus mampu menunjukkan potensial dari
pasangan elektrode dan untuk pembakuan ph menggunakan potensial yang dapat
diatur ke sirkuit dengan menggunakan”pembakuan”, “nol”,”asometri”, atau
“kalibrasi”, dan harus mampu mengontrol perubahan dalam milivolt per perubahan
unit pada pembacaan ph melalui kendali “suhu” dan atau kemiringan.Pengukuran
dilakukan pada suhu 25ᵒ ± 2ᵒ ,kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing
monografi.Jika ph larutan yang diukur mempunyai komposisi yang cukup miring
dengan larutan dapar yang digunakan untuk pembakuan ,ph yang diukur mendekati
ph teoritis.Keasaman dapat diukur saksama menggunakan elektrode dan instrumen
yang dibakukan (3). 
b.                 
Uji Kejernihan Larutan 
(FI ED. IV, hal 998) 
Lakukan
penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm – 25 mm, tidak
bewarna,tidak transparan,dan terbuat dari kaca netral.Masukkan ke dalam dua tabung
reaksi masing-masing larutan zat uji dan suspensi pandanan yang sesuai
secukupnya,yang dibuat segar dengan cara seperti tertera dibawah,sehingga
volume larutan dalam tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm.Bandingkan kedua
isi tabung setelah 5 menit pembuatan suspensi pandanan,dengan latar belakang
hitam.Pengamatan dilakukan dibawah cahaya yang terdifusi ,tegak lurus ke arah
bawah tabung.Difusi cahaya harus sedemikian rupa sehingga suspensi pandanan I
dapat langsung dibedakan dari air dan dari suspensi pandanan II. 
Baku opalesen larutkan 1,0 gram hidrazina sulfat P dalam air secukupnya hingga 100,0
ml,biarkan selama 4 jam hingga 6 jam.Pada 25,0 ml larutan ini ditambahkan
larutan 2,5 gram heksamina P dalam 25,0 ml air,campur dan biarkan selama 24 
 jam.Suspensi ini stabil selama 2 bulan jika
disimpan dalam wadah kaca yang bebas dari cacat permukaan.Suspensi tidak boleh
menempel pada kaca dan harus dicampur dengan baik sebelum digunakan. 
Untuk membat baku opalesen,encerkan 15,0 ml suspensi dengan air hingga 1000
ml.Suspensi harus digunakan dalam waktu 24 jam setelah pembuatan. 
Suspensi pandanan ,buatlah suspensi pandanan I sampai dengan
suspensi pandanan IV dengan cara seprti yang tertera pada tabel.Masing-masing
suspensi harus tercampur baik dan dikocok sebelum digunakan. 
Pernyataan kejernihan dan derajat opalesen suatu cairan dinyatakan jernih jika
kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang digunakan bila di amati dibawah
kondisi seperti tersebut diatas atau jika opalesensinya tidak lebih nyata dari suspensi
pandanan I.Persyaratan untuk derajat opalesensi dinyatakan dalam suspensi
pandanan I,II,III (3). 
-           
Pada pembuatan kecil-kecilan
hal ini dapat dilakukan dengan mata tetapi untuk produksi skala besar hal ini
tidak mungkin dikerjakan. Wadah-wadah
takaran tunggal yang masih panas setelah selesai disterilkan dimasukkan kedalam
larutan biru metilen 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor maka larutan biru etilen
akan dimasukkan kedalamnya karena perbedaan tekanan di luar dan di dalam wadah
tersebut. Cara ini tidak dapat dilakukan untuk larutan-larutan yang sudah
berwarna. Wadah-wadah takaran
tunggal disterilkan terbalik, jika ada kebocoran maka larutan ini akan keluar
dari dalam wadah. Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus
diperiksa dengan memasukkan wadah-wadah tersebut ke dalam eksikator yang
divakumkan. Jika ada kebocoran akan diserap keluar (5). 
II.       
Pengemasan
dan Penyimpanan   
Pengemasan       :
Menggunakan ampul berwarna coklat  
Penyimpanan      :
Dalam wadah dosis tunggal, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk  
VI.      PEMBAHASAN 
      Pada praktikum ini kami membuat sediaan injeksi
parenteral dengan zat aktif furosemid. Menurut Farmakope
Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi,
suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu
sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit
atau melalui kulit atau melalui selaput lendir(4). 
      Sedangkan menurut
Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah
100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan
secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat
menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler(3). 
Ruangan di industri farmasi merupakan salah
satu aspek yang harus dijaga kebersihannya. Untuk menghindari terjadinya
kontaminasi silang antar produk maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan : 
1.
Permukaan ruangan harus kedap air, tidak terdapat sambungan atau retakan, tidak
merupakan tempat pertumbuhan mikroba, mudah dibersihkan, bagian sudut dan tepi
dinding dibuat melengkung. 
2. Pipa saluran udara, listrik dipasang diatas
langit-langit. 
3. Lampu penerangan harus dipasang rata dengan langit-langit. 
4. Tahan terhadap bahan pembersih. 
Area
pabrik dibagi menjadi 4 zona dimana masing-masing zona memiliki spesifikasi
tertentu. Empat zona tersebut meliputi : 
1.    Black
area 
Area ini disebut juga area kelas E. Ruangan ataupun area
yang termasuk dalam kelas ini adalah koridor yang menghubungkan ruang ganti
dengan area produksi, area staging bahan kemas dan ruang kemas sekunder. Setiap
karyawan wajib mengenakan sepatu dan pakaian black area (dengan penutup kepala) 
2.    Grey
area 
Area ini disebut juga area kelas D. Ruangan ataupun area
yang masuk dalam kelas ini adalah ruang produksi produk non steril, ruang
pengemasan primer, ruang timbang, laboratorium mikrobiologi (ruang preparasi,
ruang uji potensi dan inkubasi), ruang sampling di gudang.  Setiap karyawan yang masuk ke area ini wajib
mengenakan gowning (pakaian dan sepatu grey). Antara black area dan grey area
dibatasi ruang ganti pakaian grey dan airlock. 
3.    White
areaArea ini disebut juga area kelas C, B dan A (dibawah
LAF). Ruangan yang masuk dalam area ini adalah ruangan yang digunakan untuk
penimbangan bahan baku produksi steril, ruang mixing untuk produksi steril ,
background ruang filling , laboratorium mikrobiologi (ruang uji sterilitas).
Setiap karyawan yang akan memasuki area ini wajib mengenakan pakaian antistatik (pakaian dan sepatu yang tidak melepas
partikel). Antara grey area dan white area dipisahkan oleh ruang ganti pakaian
white dan airlock. 
Airlock berfungsi sebagai ruang
penyangga antara 2 ruang dengan kelas kebersihan yang berbeda untuk mencegah
terjadinya kontaminasi dari ruangan dengan kelas kebersihan lebih rendah ke
ruang dengan kelas kebersihan lebih tinggi. Berdasarkan CPOB, ruang
diklasifikasikan menjadi kelas A, B, C, D dan E, dimana setiap kelas memiliki
persyaratan jumlah partikel, jumlah mikroba, tekanan, kelembaban udara dan air
change rate(6). 
Sediaan
injeksi memiliki keuntungan dan kerugian yaitu : 
            Keuntungan
injeksi : 
1.              
Respon fisiologis yang cepat
dapat dicapai segera bila diperlukan, yang menjadi pertimbangan
utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma, shok. 
2.              
 Terapi parenteral
diperlukan untukobat-obat yang tidak efektif secara oral atau yang dapat
dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon dan antibiotik. 
3.              
 Obat-obat untuk pasien yang
tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus diberikan secara injeksi. 
4.           
Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli
karena pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam beberapa
kasus, pasien tidak dapat menerima obat secara oral. 
5.           
Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila
diinginkan seperti pada gigi dan anestesi. 
6.           
Dalam kasus simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral
tersedia, termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra-artikular dan
penggunaan penisilin periode panjang secara i.m. 
7.           
Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan
cairan dan elektrolit. 
8.           
Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan
dapat dipenuhi melalui rute parenteral. 
9.           
Aksi obat biasanya lebih
cepat.                                   
10.        
Seluruh dosis obat
digunakan.                     
11.        
Beberapa obat, seperti insulin dan heparin, secara lengkap tidak aktif
ketika diberikan secara oral, dan harus diberikan secara parenteral. 
12.        
Beberapa obat mengiritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat
ditoleransi ketika diberikan secara intravena, misalnya larutan kuat dektrosa. 
13.        
Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok, pemberian intravena dapat
menyelamatkan hidupnya. 
Kerugian
Injeksi 
1.                  
Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lain. 
2.                  
Pada pemberian parenteral
dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara aseptik dari beberapa
rasa sakit tidak dapat dihindari. 
3.                  
Obat yang diberikan secara
parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan efek fisiologisnya. 
4.                  
Yang terakhir, karena pada
pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih mahal dibandingkan
metode rute yang lain. 
5.                  
Beberapa rasa sakit dapat terjadi
seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama bila sulit untuk mendapatkan
vena yang cocok untuk pemakaian i.v. 
6.                  
Dalam beberapa kasus, dokter dan
perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis. 
7.                  
Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien
hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya
sulit untuk dikembalikan lagi. 
8.                  
Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara
atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa
reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan(7). 
Sediaan
injeksi harus dibuat isotonis karena apabila hipertonis saat di suntikkan,air
dalam sel akan ditarik keluar dari sel sehingga sel akan mengerut dan apabila
larutan hipotonis disuntikkan,maka air dari larutan injeksi akan diserap dan
masuk ke dalam sel akibatnya sel akan mengembang dan pecah(8).Setelah
dilakukan evaluasi uji pH dengan 3x replikasi didapat ph 9,3.Nilai tersebut
belum masuk range ph yang baik untuk injeksi yang berkisar antara 8,5 – 9,1.hal
ini mungkin dapat disebabkan karena jumlah NaOH yang terlalu banyak,kurang
ditambah HCl atau mungkin terjadi kesalahan saat menambahkan water for
injection. 
Sediaan injeksi dengan zat
aktif furosemid ini digunakan untuk terapi hipertensi intrakranium,membantu
mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat Anti Diuretik Hormon(9).Formulasi
yang kami buat berisi zat aktif berupa furosemid,zat pembawa yaitu water for
injection,zat tambahan seperti pengisotonis dan buffer.Dosis yang digunakan
untuk injeksi furosemid yaitu dewasa : edema awal 20 – 40 mg IV atau 1M dosis
tunggal ,dapat ditingkatkan menjadi 20 mg,pemberiaan tdk boleh <2 jam
setelah dosis awal,Edema paru akut
awal 40 mg IV secara perlahan,dapat ditingkatkan jadi 80 mg,Anak 1 mg/kgBB 1M
atau IV,maks : 6 mg/kgBB(10). 
VI.      KESIMPULAN 
1.Praktikan
berhasil membuat sediaan injeksi steril furosemid 
2.Hasil evaluasi
sediaan injeksi dari masing-masing uji yaitu: 
a)    Uji kebocoran,dari 5 ampul yang teruji tidak bocor hanya
2 karena 3 ampul tidak terbentuk 
b)    Uji pH ,injeksi yang dibuat diperoleh ph 9,3,hal tersebut
belum termasuk range ph dalam   sediaan
injeksi 
c)    Uji kejernihan,sediaan injeksi kami jerni setelah dilihat
dengan latar belakang hitam secara visual. 
VII.     LAMPIRAN  
         Semua literatur yang digunakan. 
VIII.    ACUAN/REFERENSI PROSEDUR TETAP  
1.    Niazi,
S.K., 2004, Handbook of Pharmaceutical
Manufacturing Formulations : Sterile
Products, CRC Press, United States of America 
2.    Ukpar., 2007, Furosemide
10 mg/ml solution for Injection or Infusion,PL.20851/0003 and PL.20851/0004
(download at : 21 Maret 2013 ) 
3.    Anonim, 1995, Farmakope
Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,Jakarta,hal :
13 
4.    Anonim, 1979, Farmakope
Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,Jakarta,hal 
5.    Agoes, Goeswandi., 1967, Larutan Parenteral,Multi Karja,Surabaya 
6.    Anonim, 2012, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB),
Badan Pobat dan Makanan, Jakarta 
7.    Lukas, S., 2006. Formulasi
Steril. C.V. Yogyakarta 
8.   
Arni, R N. , 2012, Laporan Praktikum
Steril Pembuatan Sediaan Vitamin B1 Injeksi,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,Akademi Farmasi Putra Indonesia,Malang 
9.   
Muttaqin,Arif.,2009,Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular,Salemba
Medika,Jakarta,hal : 145 
Ikatan Apoteker Indonesia,2012,Informasi Spesialite Obat Volume 47,Jakarta   | 
Senin, 06 Mei 2013
PEMBUATAN INJEKSI FUROSEMID (TEKNOLOGI STERILISASI DAN ASEPTIS)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar