Senin, 14 Januari 2013

UJI POTENSI ANTIMIKROBIAL MENGGUNAKAN METODE DILUSI


Karina Erlianti
Shinta Destiawan
Andika Wiratama
Nurul Fitri R
Arini Milati
Egie Andianty 


UJI POTENSI ANTIMIKROBIAL MENGGUNAKAN
METODE DILUSI
A.     Tujuan
Mampu melakukan penentuan MIC dan MBC suatu antimikrobia menggunakan teknik dilusi dan mikrodilusi.

B.     Dasar Teori
Konsentrasi hambat minimun 9 minimum inhibitori konsentrasi , MIC ) suatu obat antimikroba adalah konsentrasi terendah obat tersebut yang masih mampu mengahambat pertumbuhan organisme ( yang tampak baik dengan mata atau instrumen). Pengetahuan tentang MIC suatu antimikroba, proto pemberian, dan kadar antimikroba yang dapat dicapai secara klinis ditempat infeksi memungkinkan kita mengklasifikasi organisme sebagai rentan ( S ) , intermediat (I), atau resisten ( R) terhadap antimikroba yang diperiksa(1) .
MIC suatu obat antimikroba yang dapat ditentukna dengan penggunaan serangkaian tabung reaksi, yang masing-masing mengandung medium pertumbuhan ditambah antimikroba dengan konsentrasi meningkat bertahap.  Selain itu, MIC dapat ditentukan dengan menggunakan prinsip yang sama dalam format miniatur ( misal, sumur pada baki mikroliter, atau ruang-ruang kecil disebuah kartu plastik jernih) (1) .
Menggunakan 1 seri tabung reaksi yang diisi media cair dan jumlah zat tertentu sel mikroba yang di uji. Kemudian masing –masing atbung di isi dengan bahan yang telah di encerkan secara serial. Selanjutnya seri tabung di inkubasi pada suhu 37 C selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi yang rendah bahan pada tabung yang ditunjukan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih ( tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari bahan uji. Konsentrasi terendah pada obat pada biakan padat yang ditunjukan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari bahan terhadap bakteri uji(2).
Resistensi bakteri adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupansel bakteri oleh antimikrobia. Secara umum resistensi di bagi dalam 3 kelompok:
A.     Resistensi genetic
Terjadi mutasi spontan pada gen bakteri sehingga terjadi perubahanpada bakteri yang semula sensitive terhadap suatu antimikrobia menjadi resisten. Bakteri dapat berubah menjadi resisten akibatmemperoleh suatu elemen pembawa factor resisten. Cara transformasifactor resisten bakteri terjadi dengan jalan bekteri menginporlasi factorresisten langsung dari media sekitarnya (lingkungan).
B.     Resisten non genetic
Bakteri dalam keadaan istirahat, biasanya tidak dipengaruhi oleh antimikrobia bakteri. Bakteri ini dikenal sebagai “persistem”. Bila berubah menjadi aktif kembali, bakteri kembali bersifat sensitiveterhadap antimikroba semula
C.     Resistensi silang
Resistensi silang adalah keadaan resisten terhadap antimikrobayang juga memperlihatkan sifat resisten terhadap antimikroba yanglain. Pada resisten silang, sifat resistensi ditentukan oleh suatu lokusgenetic. Resistensi silang biasanya terjadi antara antimikrobia denganstruktur yang hamper sama, misalnya antara beberapa derivatetetrasiklin.
Mekanisme resisten kuman terhadap antimikroba ada 5 yaitu :
1.      Perubahan tempat kerja obat pada mikroba.
2.       Mikroba menurunkan permeabilitasnya sehingga obat sulitmasuk ke dalam sel.
3.       Mikroba membentuk jalan pintas untuk menghindari tahapyang dihambat oleh mikroba.
4.      Meninggkatkan produk enzim yang dihambat oleh antimikroba.
5.      Inaktivasi oleh mikroba

Terbentuknya resistensi dapa dikurangi dengan cara:
1.      Mencegah pemakaian antibiotic tanpa pembedaan kasus-kasusyang tidak membutuhkan antibiotik.
2.       Menghentikan penggunaan antibiotic pada infeksi biasa atausebagai obat luar.
3.      Mengguanakan antibiotic yang tepat dengan dosis agar infeksicepat sembuh
4.      Menggunakan kombinasi antibiotic yang telah terbuktikeefektifannya.
5.      Menggunakan antibiotic yang lain bila ada tanda-tanda bahwasuatu organisme akan menjadi resisten terhadap antibiotic yang digunakan semula.
Penyebab mikroorganisme resisten terhadap antibiotic adalah
1.      Pemakaian antibiotic yang tidak tepat.
2.      Pengobatan yang tidak tuntas antau penghentian antibiotic sebelumbakteri benar-benar mati.
3.      Pemakaian dosis obat antibiotic dibawah dosis terapi.
4.      Bakteri bersifat resisten karena mutasi (3).
 DILUSI PADAT ATAU CAIR
Pada prinsipnya antibiotik diencerkan hingga beberapa konsentrasi.Pada delusi cair, masing-masing konsentrasi obat ditambah suspensikuman dalam media. Sedangkan pada delusi pada tiap konsentrasi obat dicampur dengan media agar, lalu ditambah kuman (4) . (Lay, 1994)
Metode yang dapat dijadikan alternatif untuk menentukan konsentrasi hambat tumbuh minimum ekstrak tanaman adalah metode dilusi yang mencakup makrodilusi dan mikrodilusi. Metode mikrodilusi sedang dikembangkan karena memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknik difusi agar. Sensitivitas mikrodilusi mencapai 30 kali lebih sensitif. Teknik mikrodilusi dapat digunakan untuk beberapa sampel yang berbeda dengan jumlah sampel yang sedikit. Hal ini sangat berguna jika jumlah senyawa antibakteri yang
didapatkan sedikit dan terbatas. Teknik mikrodilusi juga dapat membedakan antara efek bakteriostatik dan bakterisidal serta dapat menentukan nilai konsentrasi hambat tumbuh minimum (KHTM) (5).
Mikrodilusi tidak membutuhkan waktu yang lama karena pengujian dilakukan dalam waktu satu kali pada satu microplate dengan jumlah sumur yang banyak. Metode mikrodilusi ini dapat digunakan untuk berbagai macam mikroorganisme, murah, dan menghasilkan hasil dapat diulang. Mikrodilusi menggunakan sampel yang diencerkan secara berseri. Volume kultur bakteri yang dimasukkan ke dalam sumur seragam. Ukuran inokulum yang biasa digunakan yaitu 106 sampai 108 CFU/mL (6).

C.     Alat dan Bahan
Alat :
-         Gelas beker 100 ml, 250 ml
-         Pipet tetes
-         Spiritus
-         Tabung reaksi
Bahan :
-         Media Cair
-         Bakteri
-         Aquades

D.     Cara Kerja
Yang sesuai dengan praktikum

Telah disediakan tabung yang berisi antibiotik + media 400 µg/ml, diambil 4 ml dimasukan pada tabung A ( pengenceran 400 µg/ml tidak ada media) dan tabung B – tabung E sudah diberi media 2 ml.
Dari tabung A dilakukan pengenceran.
Diambil 2 ml dari tabung A ke tabung B. Begitu seterusnya sampai tabung E.
Ditabung E diambil 2 ml lalu dibuang.
Selanjutnya disiapkan dan diambil 2 tabung untuk kontrol. Tabung kontrol (+) diberi media dan bakteri 100 µl. Sedangkan tabung kontrol (-) diberi media saja.
Cara kerja yang dimodul Teknik Mikrodilusi sama dengan percobaan yang dilakukan.
Cara kerja sesuai Modul :
a.       Teknik dilusi cair
Hari Pertama
Disiapkan 7 buah tabung reaksi ( 2 tabung untuk kontrol dan 5 tabung untuk perlakuan )
Dilakukan pengenceran larutan streptomisin/penisilin dengan menggunakan media TSB/NB sebagai pengencer.
Dibuat seri pengenceran 400 µg / ml, 200 µg / ml, 100 µg/ ml, 50 µg/ ml, dan 25 µg/ ml dengan volume akhir dalam tabung 2 ml.
Di inkulasikan setiap tabung (kecuali kontrol 1) dengan menggunakan 0,1 ml biakan E.coli (24 jam , 108 CFU/ml) diinkubasi selama 24 jam.
Hari kedua
Diamati tabung yang menunjukan pertumbuhan yang dikocok. Apabila tabung keruh (+) menunjukan pertumbuhan dan apabila tabung jernih (-) tidak terjadi pertumbuhan
Dilaporkan dihasil dalam bentuk tabel
Dipindahkan satu mata ose biakan dari tabung jernih kedalam media TSB dan media TSA yang baru. Dinkubasi pada suhu 37 derajat C selama 24 jam

Hari Ketiga
Diamati tabung ynag menunjukan pertumbuhan dengan di kocok. Apabila tabung keruh (+) menunjukan pertumbuhan dan tabung jernih (-) tidak ada pertumbuhan .
Dilaporkan hasilnya dalam bentuk tabel .
Ditentukan konsentrasi bahan kimia yang bersifat bakteriostatik atau bakterisidal.

b.                  Teknik Mikrodilusi

Disiapkan mikroplate steril.
Sebanyak 50 µl media ditambahkan dengan 50 µl sampel pada konsentrasi tertentu pada lubang mikroplate.
Dibuat juga kontrol positif (media+bakteri) dan kontrol negatif (media)
Dilakukan pengenceran bertingkat sebanyak 6 tingkat.
Pada masing-masing lubang diteteskan sebanyak 5 µl suspensi bakteri .
Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 ̊ C
Dibaca intensitas warna terjadi menggunakan ELISA pada λ 550 nm.

Rumus =  x 100 %
E.      Data dan Hasil Perhitungan
Data Tabel
Dilusi Cair
Mikrodilusi
Kadar sampel
Hasil
Kadar sampel
Hasil
400 µg/ml
-
400 µg/ml
0,212
200 µg/ml
-
200 µg/ml
0,160
100 µg/ml
-
100 µg/ml
0,142
50 µg/ml
+
50 µg/ml
0,222
25 µg/ml
+
25 µg/ml
0,243
Kontrol (+)
+
Kontrol (+)
0,099
Kontrol (-)
-
Kontrol (-)
0,134

Perhitungan Prosentase kematian sel bakteri
Rumus =  x 100 %
                    
·               Prosentase kematian sel bakteri perlakuan A =  x 100 %
                                                                        = 322.85 %
·               Prosentase kematian sel bakteri perlakuan B =  x 100 %
                                                                        = 174.28%
·               Prosentase kematian sel bakteri perlakuan C =  x 100 %
                                                                        = 122.85 %
·               Prosentase kematian sel bakteri perlakuan D =  x 100 %
                                                                        = 351.43  %
·               Prosentase kematian sel bakteri perlakuan E =  x 100 %
                                                                       = 411.43  %
Keterangan:
Perlakuan A = Pengenceran 400 µg/ml
Perlakuan B = Pengenceran 200 µg/ml
Perlakuan C = Pengenceran 100 µg/ml
Perlakuan D = Pengenceran 50 µg/ml
Perlakuan E = Pengenceran 25 µg/ml

Hasil Foto Pengamatan


F.      Pembahasan
Tujuan praktikum ini adalah praktikan dapat melakukan penetuan MIC dan MBC suatu antimikrobia menggunakan teknik dilusi dan mikrodilusi. MIC (Minimum Inhibitory Cincentration) adalah konsentrasi terendah dari antimikrobia yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, sedangkan MBC (Minimum Bakteriofag Concentration) adalah konsentrasi terendah dari antimikrobia yang dapat berfungsi untuk membunuh mikroorganisme. Parameter antara MIC dan MBC berbeda, untuk MIC parameternya yaitu adanya kekeruhan namun tidak terlalu pekat sedangkan untuk MBC parameternya yaitu kejerinhan yang menyekuruh. Terdapat pula istilah bakteriostatik dan bakteriosidal. Bakteriostatik adalah senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan  bakteriosidal adalah senyawa kimia yang dapat membunuh bakteri. Praktikum ini digunakan kontrol positif (+)  serta kontrol (-). Kontrol positif berisi media dan bakteri yang bertujuan untuk mengamati pertumbuhan bakteri. Untuk kontrol negatif hanya berisi media yang digunakan sebagai pembanding tingkat parameter kejernihan.
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair(broth dilution) dan dilusi padat (solid dilution). Metode dilusi cair mengukur kadar hambat  minimum (KHM/MIC) dan kadar bunuh bakteri(KBM/MBC). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikrobia pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikrobia pada kadar terkecil yang terlihat jenis tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM.  Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutmya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KHM. Sedangkan metode dilusi padat atau solid dilution test, metode ini serupa dengan metode dilusi cair namuun menggunakan metode padat. Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji.
Pertama-tama yang dilakukan pada praktikum yaitu membuat media. Media yang digunakan untuk uji potensi antimikrobia terhadap bakteri yaitu menggunakan media nutrient agar. Kemudian dilarutkan dalam aquades lalu dilakukan pemanasan yang bertujuan agar media nutrient agar terlarut sempurna. Kemudian disiapkan 7 tabung reaksi yang terdiri dari 2 tabung reaksi yang digunakan sebagai kontrol. Sedangkan 5  tabung lainnya digunakan untuk pengenceran atau perlakuan. Setelah dilakukan pengenceran 400µg/ml, 200µg/ml, 100µg/ml, 50µg/ml, 25µg/ml. Kemudian dilakukan sterilisasi menggunakan autoklaf  pada suhu 121oC. Setelah disterilisasi semua tabung reaksi ditambahkan bakteri atau di inolulasi menggunakan biakan bakteri S. aureus sebanyak 20 µL kecuali tabung kontrol positif. Proses inokulasi dilakukan di dalam LAF. Prinsip LAF adalah menyaring udara yang masuk ke dalam daerah kerja melalui filter sehingga udara yang masuk ke daerah kerja bebaas mikroorganisme dan partikel asing diudara. Setelah itu semua tabung kemudian di inkubasi selama 24 jam dengan suhu 37oC.
Pada hari kedua diamati tabung yang menunjukan pertumbuhan dengan cara dikocok. Apabila tabung terlihat keruh (+) menandakan bahwa telah terjadi pertumbuhan bakteri di dalam tabung dan apabila tabung terlihat jernih (-) menandakan tidak terjadinya pertumbuhan bakteri atau telah terjadi penghambatan pertumbuhan bakteri oleh antibiotik yang ditambahkan. Pada keadaan ini disebut MIC (Minimum inhibitory concentration) atau konsentrasi terendah bahan antimicrobial yang mengahambat pertumbuhan. Dari hasil percobaan didapatkan tabung A, B, C berwarna bening yang menunjukkan tidak terjadi pertumbuhan bakteri di dalam tabung tersebut. Hal ini menandakan antibiotic pada kadar 400, 200, dan 100 µg/ml mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Sedangkan pada tabung D dan E berwarna keruh yang menunjukkan terjadi pertumbuhan bakteri di dalam tabung tersebut. Hal ini menandakan bahwa antibiotic pada kadar 50 dan 25 µg/ml tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Dari data tersebut didapatkan MIC antibiotik adalah 100 µg/ml.
Selanjutnya dilakukan percobaan uji potensi antimicrobial menggunakan teknik mikrodilusi menggunakan mikroplate steril dengan teknik pembacaan intensitas warna menggunakan metode Enzyme Linked Immun Sorbent Assay (ELISA) pada panjang gelombang 550 nm. ELISA adalah suatu teknik biokimia yang terutama digunakan pada bidang immunologi untuk mendeteksi kehadiran antibody atau antigen dalam suatu sampel. Dalam bahasa sederhana, sejumlah antigen yang tidak dikenal ditempelkan pada suatu permukaan, kemudian antibody spesifik dicucikan pada permukaan tersebut, sehingga akan berikatan dengan antigennya. Antibodi ini berikatan dengan suatu enzim dan pada tahap terakhir, ditambahkan substansi yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal yang dapat dideteksi. Dengan metode ELISA dapat diketahui nilai absorbansinya. Dari percobaan ini didapatkan nilai absorbansi kontrol positif 0,099; kontrol negatif 0,134; perlakuan A 0,212; perlakuan B 0,160; perlakuan C 0,142; perlakuan D 0,222; perlakuan E 0,243.Hasil percobaan yang didapat tidak sesuai dengan teori yang ada, dimana seharusnya semakin kecil konsentrasi, semakin kecil pula nilai absorbansi larutan uji maka semakin banyak juga bakteri yang tumbuh (hidup).
G.     Kesimpulan
MIC dan MBC ditentukan dari hasil kadar absorbansinya dimana kadar mencapai 90 % atau lebih maka antibiotik memiliki MIC yang baik, apabila <90 % antibiotik MIC nya tidak baik. Semakin kecil MIC maka zona hambat antibiotiknya kecil.

H.     Daftar Pustaka
1.      Anonim, 2000, Widman’s Clinical Interpretation of Laboratory Tests II/E, F.A Davis Company, U.S.A
2.      Anonim, 2011, Prinsip Metode Dilusi, available at http: // repository.usu.ac.id/bistream/123456789/19639.../chapter%2011.pdf
3.      Jawetz, Melnick & Adelberg’s, 2011, Mikrobiologi Kedokteran, Penerjemah Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UNAIR, Salemba Medika, Jakarta.
4.      W. Lay, Bilbiana, 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, Raja Gravindo Persada, Jakarta.
5.      Langfield RD, Scarano FJ, Heitzman ME, Kondo M, Hammond GB, Neto CC. 2004.Use of a modified microplate bioassay method to investigate antibacterial activity in the Peruvian medicinal plant Peperomia galiodes. J. Ethnopharmacol. 94: 279-281.
6.      Baris O, Gulluce M, Sahin F, Ozer H, Kilic H, Ozkan H, Sokmen M, Ozbek T .2006. Biological activities of the essential oil and methanol extract of Achillea Biebersteinii Afan. (Asteraceae). Turk. J. Biol. 30: 65-73.