PENETAPAN KADAR
TARTRAZINE DALAM SAMPEL MINUMAN NUTRISARI DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS
TIPIS (KLT) DENSITOMETRI
A.
Tujuan
1. Melakukan
analisis kuantitatif dan kualitatif zat pewarna tartrazine pada sampel minuman.
2. Melakukan
validasi metode dengan parameter berupa batas deteksi (LOD) dan batas
kuantitasi (LOQ).
B.
Latar
Belakang
Pewarna
dalam pangan dapat meningkatkan penerimaan konsumen terhadap suatu produk.
Jenis pewarna yang sering ditemukan dalam beberapa produk pangan salah satunya
adalah Tartrazine. Tartrazine secara komersial digunakan sebagai zat aditif
makanan dan kosmetika yang sangat menguntungkan, karena dapat dengan mudah
dicampurkan untuk mendapatkan warna yang ideal(1).
Tartrazine merupakan suatu
senyawa pewarna yang umum digunakan serta memiliki warna kuning jingga. Tartrazine
mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol 50% serta mudah larut dalam
gliserol dan glikol. Senyawa ini juga terhadap asam asetat, HCl, NaOH 10%.
Rumus bangunnya, yaitu :
Kromatografi
Lapis Tipis Densitometri adalah cara penetapan kadar suatu senyawa dengan
mengukur kerapatan bercak dari senyawa yang bersangkutan yang telah dipisahkan
dengan KLT, menggunakan alat KLT densitometer atau TLC scanner. Pada umumnya
pengukuran kerapatan bercak tersebut dibandingkan terhadap kerapatan sediaan
bagus senyawa yang bersangkutan, yang juga dielusi dalam satu lempeng yang sama(3).
Penetapan
kadar tartrazine dapat dilakukan dengan KLT-Densitometri. Metode KLT berfungsi
untuk analisis kualitatif dengan cara memisahkan tartrazine dari campurannya
dalam sampel. Kemudian hasil pemisahan tersebut dianalisis secara kuantitatif
dengan densitometri untuk memperoleh kadar tartrazine dalam sampel(4).
Tartrazine
dapat dianalisis secara kuantitatif dengan densitometri, karena tartrazine
memiliki kromofor dan auksokrom yang bertangggung jawab dalam penyerapan cahaya
pada panjang gelombang 423 nm. Sinar yang menscanning bercak tartrazine pada
plat KLT akan diserap oleh tartrazine yang kemudian akan dipantulkan menuju
detektor sehingga detektor akan membaca pantulan dari Radiasi Elektro Magnetik
(REM)(5).
Analisis
kadar tartrazine dalam sampel nutrisari perlu dilakukan untuk mengetahui apakah
minuman nutrisari serbuk yang sedang beredar di pasaran mengandung zat pewarna tartrazine
dalam batas yang diizinkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Di
mana menurut SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88
ditetapkan bahwa zat warna yang diizinkan dalam makanan adalah 0,3mg/g(6).
C. Dasar
Teori
Zat
warna sintesis
Menurut trenggono tahun 1994, zat warna
sintesis sampai kini sudah mencapai sekitaran 2000 macam, tetapi hanya beberapa
saja yang diijinkan digunakan untuk mewarnai makanan yaitu yang termasuk dalam
FD & C (food Drugs and Cosmetics). Pada
saat FDA (Food and Drugs Administration) untuk
pertama kali member daftar zat warna yang diijinkan untuk mewarnai makanan, kesemuannya ada 7 macam dan
seterusnya bertambah lagi 15 macam. Tahun 1942 telah terdapat 18 zat warna yang
termasuk dalam daftar FD & C dan akhirnya pada tahun 1950 kesemuannya
menjadi 19. Hingga kini terus mengalami perkembangaan teknologi.
Menurut pemerintah, zat pewarna sintesis
yang aman dan diperbolehkan untuk produk makanan dan minuman adalah alkanet
untuk merah, annatte untuk kuning, klorofil untuk hijau, dan caramel untuk
coklat, violet GB untuk ungu, dan brilliant blue FCF untuk warna biru (7).
Tartrazine dengan nama lain tartrazol yellow, joune tartrique, CI food
yellow 4, Colour index No. 19140, FD & C yellow No 5, dengan rumus
kimia C16H9O9N4S2Na3
dan berat molekul 534,39. Tartrazine merupakan tepung berwarna kuning jingga
yang mudah larut dalam air, dengan larutannya berwarna kuning keemasan.
Tartrazine mempunyai struktur sebagai berikut :
Brillian Blue dengan nama lain biru berlian, FCF, CI Food Blue 2 mempunyai
rumus C37H34N2Na2O9S3
dan berat molekul 792,98.
Brilliant blue merupakan tepung berwarna ungu perunggu. Bila dilarutkan dalam
air menghasilkan warna hijau kebiruan. Dengan gambar struktur dibawah ini :
Berdasarkan SK
Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 ditetapkan bahwa zat warna yang
diizinkan dalam makanan dan minuman adalah300 mg/kg atau 0,3 mg/g (8).
KLT
merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan
elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya
diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya
berupa lapisan yang seragam (unfirom) pada
permukaan bidang datar bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat
aluminium, atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat
dikatakan sebagai bentuk terbka dari kromatografi kolom.
Fase
gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam
karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara
menurun (descending).
Kromatografi
lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan
dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam
kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat
dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara
cepat (9).
Kromatografi
lapis tipis atau KLT merupakan metode pemisahan komponen-komponen atas dasar
perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut
pengembang atau pelarut pengembang campur. Lapisan yang memisahkan, yang
terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam) , ditempatkan pada penyangga
berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah,
berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau
lapisan ditaruh didalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang
yang cocok (fase gerak) , pemisahan terjadi selama perambatan kapiler
(pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan
(dideteksi). (10,11)
Fase
gerak
Fase
gerak adalah media angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia
bergerak didalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya
kapiler. Pengembangan adalah proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut
pengembang merambat naik dalam lapisan. Pemilihan pelarut pengembangan atau
pelarut pengembang campur sangat dipengaruhi oleh macam dan polaritas zat-zat
kimia yang dipisahkan.
Kromatogram
pada plat KLT akan nampak setelah visualisasi dengan cara fisika dan kimia.
Noda kromatogram tiap-tiap komponen yang terpisah setelah visualisasi tampak
sebagai noda yang bulat apabila terjadi proses pemisahan dengan baik.
Identifikasi
senyawa yang tak berwarna pada kromatogram dilakukan dibawah lampu UV (254 dan
366 nm) yang ditandai dengan ada atau tidaknya fluoresensi. Untuk menampakkan
senyawa yang hampir tidak nampak atau nampak lemah dibawah lampu UV, digunakan
bahan penyemprot. Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya
dinyatakan dengan angka atau Rf atau hRf, yaitu :
Jarak
garis depan titik awal (11).
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan
noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhui harga Rf :
a. Struktur
kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
b. Sifat
dari penjerap dan derajat aktivitasnya.
c. Tebal
dan perataan dari lapisan penjerap.
d. Pelarut
( dan derajat kermuniannya) fase bergerak.
e. Derajat
kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.
f. Teknik
percobaan
g. Jumlah
cuplikan yang digunakan
h. Suhu
i. Kesetimbangan
(12).
KLT- Desitometri
Densitometri
adalah metode analisis instrumental yang berdasarkan interaksi radiasi
elektromagnetik dengan analit yang merupakan noda pada KLT. Interaksi radiasi
elektromagnetik dengan noda KLT yang ditentukan adalah absorpsi, transmisi,
pantulan (refleksi) pendar fluor atau pemadaman pendar fluor dari radiasi
semula. Densitometri lebih dititik beratkan untuk analisis kuantitatif
analit-analit dengan kadar yang sangat kecil yang perlu dilakukan pemisahan
terlebih dahulu dengan KLT. Densitometri merupakan metode penetapan kadar suatu
senyawa pada lempeng kromatografi , menggunakan instrumen TLC scanner,
pengukuran dilakukan dengan cara mengukur serapan analit (cahaya yang diukur
dapat berupa cahaya yang dipantulkan atau yang diteruskan), pemadaman
fluoresensi untuk lapisan yang mengandung bahan berfluorsensi analit atau hasil
eaksi analit. (13)
Densitometri
adalah alat pelacak kuantitatif yang sangat terkenal. Alat ini dilengkapi dengan spektrofotometer
yang panjang gelombangnya dapat diatur dari 200-700 nm. Alat tersebut dinamakan
TLC Scanner. Teknik penggunaannya didasarkan pada pengukuran sinar yang
diteruskan, diserap dan dipantulkan atau yang dipendarkan. Sinar yang
dipantulkan mengalami hambatan oleh pendukung lempeng dan keseragaman fase
diamnya. Sinar yang dipantulkan dengan arah yang sudah pasti menuju bercak,
maka arah pantulannya sehingga dapat dipantau jumlah sinar yang diserap. Sinar
ini sangat sensitif, maka untuk setiap senyawa dapat dicari dengan serapan
maksimalnya. Susunan optik densitometer ini tidak banyak berbeda dengan
spektrofotometer tetapi pada densitometer digunakan alat khusu yaitu reflection
photomultiflier, sebagai pengganti photomultiflier pada spektrofotometer yang
dapat memperbesar tenaga beda potensial listrik sehingga mampu menggerakkan
integrator (14)
S. LEVI dan R. Reisfeld telah mengangkat
metode densitometri ke tingkat analisis kualitatif ultrmikro. Prinsipnya
analisis kuantitatif dengan metode densitometri hampir sama dengan spektrofotometri.
Penentuan
kadar anlalit yang dikorelasikan dengan area noda plat KLT akan lebih terjamin
kesahihannya dibanding metode KCKT atau KGC, sebab area noda kromatogram diukur
pada posisi diam atau “zig-zag” menyeluruh. Korelasi kadar analit pada noda
kromatogram yang dirajah terhadap area tidak menunjukkan garis lurus, akan
tetapi merupakan garis lengkung mendekati parabola (mulja,1985).
D.
Metode
Percobaan
1. Alat
a. Chamber
b. Densitometer
c. Labu
ukur 10 ml
d. Labu
ukur 1000 ml
e. Labu
ukur 25 ml
f. Pipet
tetes
g. Pipet
ukur 10 ml
h. Pipet
ukur 5 ml
i.
Pro pipet
2. Bahan
a. Aquades
b. Fase
gerak etanol : n-butanol : air (8:3:1)
c. Kertas
saring
d. Metanol
e. Sampel
( 1 bungkus Nutrisari 14 g)
f. Silika
gel GF254
g. Standard
tartrazine
3. Cara
Kerja
a. Pembuatan
eluen / fase gerak
b. Preparasi
sampel
c. Pembuatan
Larutan Seri Kadar
d. Optimasi
Panjang Gelombang Maksimal
e. Penetapan
Kadar Sampel
4. Perhitungan
Pengenceran Seri Kadar
Standard tartrazine
=
= 1000 ppm
a. Seri
Kadar 200 ppm
V1 × M1 = V2 × M2
x ×
1000 ppm = 10 ml × 200 ppm
x = 2 ml
b. Seri
Kadar 400 ppm
V1 × M1 = V2 × M2
x ×
1000 ppm = 10 ml × 400 ppm
x = 4 ml
c. Seri
Kadar 600 ppm
V1 × M1 = V2 × M2
x ×
1000 ppm = 10 ml × 600 ppm
x = 6 ml
d. Seri
Kadar 800 ppm
V1 × M1 = V2 × M2
x ×
1000 ppm = 10 ml × 800 ppm
x = 8 ml
e. Seri
Kadar 1000 ppm
V1 × M1 = V2 × M2
x ×
1000 ppm = 10 ml × 1000 ppm
x = 10 ml
Data
Hasil
Kadar ( ppm )
|
Rf
|
AUC
|
Yi
|
( Y- Yi )
|
( Y – Yi ) 2
|
200
|
1.53
|
9444.4
|
6967.94
|
2476.46
|
6132854.132
|
400
|
1.56
|
5061.2
|
8985.34
|
-3924.14
|
15398874.74
|
600
|
1.53
|
13067.1
|
11002.74
|
2064.36
|
4261582.21
|
800
|
1.51
|
10757.6
|
13020.14
|
-2262.54
|
5119087.252
|
1000
|
1.53
|
16683.1
|
15037.54
|
1645.56
|
2707867.714
|
Sampel 1
|
1.51
|
12720.6
|
|
Ʃ = 33620266.05
|
|
Sampel 2
|
1.51
|
12699.0
|
|
|
|
Sampel 3
|
1.51
|
17005.1
|
|
|
|
Y
= bx + a
a
= 4950.54
b
= 10.087
r
= 0.74
Perhitungan
Yi
Yi
( 200 ppm ) = 10.087 (200) + 4950.54
= 2017.4 + 4950.54
= 6967.94
Yi
(400 ppm) = 10.087 (400) + 4950.54
= 4034.8 + 4950.54
= 8985.34
Yi
(600 ppm) = 10.087 (600) + 4950.54
= 6052.2 + 4950.54
= 11002.74
Yi
(800 ppm) = 10.087 (800) + 4950.54
= 8069.6 + 4950.54
= 13020.14
Yi
(1000 ppm) = 10.087 (1000) + 4950.54
= 10087 + 4950.54
= 15037.54
Data
Hasil Sampel
Kadar (ppm)
|
Rf
|
AUC
|
Xi ( ppm )
|
(X rata-rata
- Xi)
|
(X rata-rata
- Xi)2
|
|
Sampel 1
|
1.51
|
12720.6
|
770.304
|
140.871
|
19844.638
|
|
Sampel 2
|
1.51
|
12699.0
|
768.163
|
143.012
|
20452.432
|
|
Sampel 3
|
1.51
|
17005.1
|
1195.058
|
-283.883
|
80589.557
|
|
|
|
|
|
|
Ʃ = 40295.54
|
|
Perhitungan
Xi
Sampel
1
Y = 10.087 (X1) + 4950.54
12720.6
= 10.087 (x1) + 4950.54
12720.6
– 4950.54 = 10.087 x1
7770.06
= 10.087x1
X1
= 770.304 ppm
Sampel
2
Y
= 10.087 (X2) + 4950.54
12699.0
= 10.087x2 + 4950.54
12699.0
– 4950.54 = 10.087x2
7748.46
= 10.087x2
X2
= 768.163 ppm
Sampel
3
Y
= 10.087 (X2) + 4950.54
17005.1
– 4950.54 = 10.087 x3
12054.56
= 10.087 x3
X3
= 1195.058 ppm
3
= 911.175 mg / 1000 ml
2000
mg / 10 ml
Kadar
tartrazine dalam bungkus minuman
100
%
Validasi
Metode
Sy
/ x = akar Ʃ ( y – yi )2 / n – 2
= akar 33620266.05 / 5 – 2
= akar 11206755.35
= 3347.645
SD
= akar Ʃ (X rata-rata - Xi)2 / n – 1
= akar 120886.627 / 3 – 1
= akar 60443.3135
= 245.852
LOD
= 3.3 ( Sy / x ) : b
= 3.3 (3347.645) : 10.087
= 1095.1967
LOQ
= 10 ( Sy / x ) : b
= 10 (3347.65) : 10.087
= 3318.78
RSD
= SD / X rata-rata x 100 %
= 245.852
/ 911.175 x 100 %
= 26.98
%
E.
Referensi
1.
Dixit,
S. Pandey R. C., Das M and Khanna S. K., Food Quality Surveillance On Colours
In Eatables Sold In Rural Market Of Uttar Pradesh, Journal Food Science Technology, 1995; 32:375-376.
2.
Manurung,
E., 2010, Analisa Kadar Tartrazine dan Susnset Yellow dalam serbuk Minuman
Nutrisari dengan Metode Spektrofotometri, Skripsi,
Universitas Sumatra Utara, Medan, 4.
3.
Supardjan,
A. M., 1998, Pemisahan dan Penetapan Kadar Tetrasiklin dengan Metode
KLT-Densitometri, Laporan Penelitian,
Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, Jodjakarta.
4.
Florena,
D. and Gergen I., Separation And Identification Of Same Synthetic Food
Colorants From Food Trough Thin Layer Cromatography UV-Vis Spectrometry, Journal Of Agroalimentary Processes And
Technologies, 2011; 17 (1): 46-53.
5.
Department
Of Chemistry, Thin Layer Cromatography In Food And Agricultural Analysis, Journal Of Cromatography, 2000; 1 (40):
129-147.
6.
Arisman,
2008, Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan
Makanan, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran Gizi, 50.
7. Kris.
2004. Mewaspadai Zat Pewarna Makanan. www.google.com
8. Manurung
Eviana, 2010, Analisa Kadar Tartrazine
dan Sunset Yellow dalam Sebuk Minuman Nutrisari dengan Metode
Spektrofotometri, skripsi, hal : 8
9.
Gandjar, Ibnu Ghalib
dan Abdul Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
10. Mulja
M., Suharman, 1995, Analis Instrumental, Airlangga University Press, Surabaya
hal 223-232
11. Stahl,
E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, Diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Penerbit ITB, Bandung , hal 3-17.
12. Sastrohamidjojo,
H., 1991, Kromatografi, Penerbit Liberty, Yogyakarta, hal 28, 30, 34-36.
13. Touchstone,
JC., Rogers, D., 1980, Thin Layer Chromatography Quantitative Enviromental and
Clinical Application, A Willey Intenscience Publication, John Willey &
Sons, New York, 99-113.
14. Sumarno,
2002, Kromatografi Teori dan Petunjuk Praktikum, Bagian Kimia Farmasi, Fakultas
Farmasi, Universitas Gadja Mada, Jogjakarta, hal 57-61
mba cara kerja yg lebih ricinya gimana ya ?
BalasHapus