Karina
Erlianti
Shinta
Destiawan
Andika
Wiratama
Nurul
Fitri R
Arini
Milati
Egie Andianty
UJI
POTENSI ANTIMIKROBIAL MENGGUNAKAN
METODE
DILUSI
A.
Tujuan
Mampu
melakukan penentuan MIC dan MBC suatu antimikrobia menggunakan teknik dilusi
dan mikrodilusi.
B.
Dasar
Teori
Konsentrasi
hambat minimun 9 minimum inhibitori konsentrasi , MIC ) suatu obat antimikroba
adalah konsentrasi terendah obat tersebut yang masih mampu mengahambat
pertumbuhan organisme ( yang tampak baik dengan mata atau instrumen).
Pengetahuan tentang MIC suatu antimikroba, proto pemberian, dan kadar
antimikroba yang dapat dicapai secara klinis ditempat infeksi memungkinkan kita
mengklasifikasi organisme sebagai rentan ( S ) , intermediat (I), atau resisten
( R) terhadap antimikroba yang diperiksa(1) .
MIC
suatu obat antimikroba yang dapat ditentukna dengan penggunaan serangkaian tabung
reaksi, yang masing-masing mengandung medium pertumbuhan ditambah antimikroba
dengan konsentrasi meningkat bertahap.
Selain itu, MIC dapat ditentukan dengan menggunakan prinsip yang sama
dalam format miniatur ( misal, sumur pada baki mikroliter, atau ruang-ruang
kecil disebuah kartu plastik jernih) (1) .
Menggunakan
1 seri tabung reaksi yang diisi media cair dan jumlah zat tertentu sel mikroba
yang di uji. Kemudian masing –masing atbung di isi dengan bahan yang telah di
encerkan secara serial. Selanjutnya seri tabung di inkubasi pada suhu 37 C
selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi yang
rendah bahan pada tabung yang ditunjukan dengan hasil biakan yang mulai tampak
jernih ( tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari bahan uji. Konsentrasi
terendah pada obat pada biakan padat yang ditunjukan dengan tidak adanya
pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari bahan terhadap bakteri uji(2).
Resistensi bakteri adalah suatu sifat
tidak terganggunya kehidupansel bakteri oleh antimikrobia. Secara umum
resistensi di bagi dalam 3 kelompok:
A. Resistensi
genetic
Terjadi mutasi spontan pada gen
bakteri sehingga terjadi perubahanpada bakteri yang semula sensitive terhadap
suatu antimikrobia menjadi resisten. Bakteri dapat berubah menjadi resisten
akibatmemperoleh suatu elemen pembawa factor resisten. Cara transformasifactor
resisten bakteri terjadi dengan jalan bekteri menginporlasi factorresisten
langsung dari media sekitarnya (lingkungan).
B. Resisten non
genetic
Bakteri dalam keadaan istirahat,
biasanya tidak dipengaruhi oleh antimikrobia bakteri. Bakteri ini dikenal
sebagai “persistem”. Bila berubah menjadi aktif kembali, bakteri kembali
bersifat sensitiveterhadap antimikroba semula
C. Resistensi
silang
Resistensi silang adalah keadaan
resisten terhadap antimikrobayang juga memperlihatkan sifat resisten terhadap
antimikroba yanglain. Pada resisten silang, sifat resistensi ditentukan oleh
suatu lokusgenetic. Resistensi silang biasanya terjadi antara antimikrobia
denganstruktur yang hamper sama, misalnya antara beberapa derivatetetrasiklin.
Mekanisme resisten kuman terhadap
antimikroba ada 5 yaitu :
1.
Perubahan tempat kerja obat pada
mikroba.
2.
Mikroba menurunkan
permeabilitasnya sehingga obat sulitmasuk
ke dalam sel.
3.
Mikroba membentuk jalan pintas
untuk menghindari tahapyang dihambat oleh mikroba.
4.
Meninggkatkan produk enzim yang
dihambat oleh antimikroba.
5.
Inaktivasi oleh mikroba
Terbentuknya resistensi dapa
dikurangi dengan cara:
1. Mencegah
pemakaian antibiotic tanpa pembedaan kasus-kasusyang tidak membutuhkan
antibiotik.
2.
Menghentikan penggunaan
antibiotic pada infeksi biasa atausebagai obat luar.
3.
Mengguanakan antibiotic yang tepat
dengan dosis agar infeksicepat sembuh
4.
Menggunakan kombinasi antibiotic
yang telah terbuktikeefektifannya.
5. Menggunakan
antibiotic yang lain bila ada tanda-tanda bahwasuatu organisme akan menjadi
resisten terhadap antibiotic yang digunakan
semula.
Penyebab
mikroorganisme resisten terhadap antibiotic adalah
1.
Pemakaian antibiotic yang tidak
tepat.
2.
Pengobatan yang tidak tuntas antau
penghentian antibiotic sebelumbakteri benar-benar mati.
3.
Pemakaian dosis obat antibiotic
dibawah dosis terapi.
4.
Bakteri bersifat resisten karena
mutasi (3).
DILUSI PADAT ATAU CAIR
Pada prinsipnya antibiotik diencerkan hingga beberapa konsentrasi.Pada
delusi cair, masing-masing konsentrasi obat ditambah suspensikuman dalam media. Sedangkan pada delusi pada
tiap konsentrasi obat dicampur dengan media agar, lalu ditambah kuman (4) . (Lay,
1994)
Metode yang dapat dijadikan
alternatif untuk menentukan konsentrasi hambat tumbuh minimum ekstrak tanaman
adalah metode dilusi yang mencakup makrodilusi dan mikrodilusi. Metode
mikrodilusi sedang dikembangkan karena memiliki sensitivitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan teknik difusi agar. Sensitivitas mikrodilusi mencapai 30
kali lebih sensitif. Teknik mikrodilusi dapat digunakan untuk beberapa sampel
yang berbeda dengan jumlah sampel yang sedikit. Hal ini sangat berguna jika
jumlah senyawa antibakteri yang
didapatkan sedikit dan terbatas. Teknik mikrodilusi
juga dapat membedakan antara efek bakteriostatik dan bakterisidal serta dapat
menentukan nilai konsentrasi hambat tumbuh minimum (KHTM) (5).
Mikrodilusi tidak membutuhkan waktu
yang lama karena pengujian dilakukan dalam waktu satu kali pada satu microplate
dengan jumlah sumur yang banyak. Metode mikrodilusi ini dapat digunakan untuk
berbagai macam mikroorganisme, murah, dan menghasilkan hasil dapat diulang.
Mikrodilusi menggunakan sampel yang diencerkan secara berseri. Volume kultur
bakteri yang dimasukkan ke dalam sumur seragam. Ukuran inokulum yang biasa
digunakan yaitu 106 sampai 108 CFU/mL (6).
C.
Alat dan Bahan
Alat
:
-
Gelas beker 100 ml, 250
ml
-
Pipet tetes
-
Spiritus
-
Tabung reaksi
Bahan
:
-
Media Cair
-
Bakteri
-
Aquades
D.
Cara Kerja
Yang sesuai dengan
praktikum
Telah disediakan tabung yang berisi
antibiotik + media 400 µg/ml, diambil 4 ml dimasukan pada tabung A (
pengenceran 400 µg/ml tidak ada media) dan tabung B – tabung E sudah diberi
media 2 ml.
↓
Dari tabung A dilakukan pengenceran.
↓
Diambil 2 ml dari tabung A ke tabung B.
Begitu seterusnya sampai tabung E.
Ditabung E diambil 2 ml lalu dibuang.
↓
Selanjutnya disiapkan dan diambil 2
tabung untuk kontrol. Tabung kontrol (+) diberi media dan bakteri 100 µl.
Sedangkan tabung kontrol (-) diberi media saja.
Cara kerja yang
dimodul Teknik Mikrodilusi sama dengan percobaan yang dilakukan.
Cara kerja
sesuai Modul :
a. Teknik
dilusi cair
Hari
Pertama
Disiapkan
7 buah tabung reaksi ( 2 tabung untuk kontrol dan 5 tabung untuk perlakuan )
↓
Dilakukan
pengenceran larutan streptomisin/penisilin dengan menggunakan media TSB/NB
sebagai pengencer.
↓
Dibuat
seri pengenceran 400 µg / ml, 200 µg / ml, 100 µg/ ml, 50 µg/ ml, dan 25 µg/ ml
dengan volume akhir dalam tabung 2 ml.
↓
Di
inkulasikan setiap tabung (kecuali kontrol 1) dengan menggunakan 0,1 ml biakan
E.coli (24 jam , 108 CFU/ml) diinkubasi selama 24 jam.
Hari kedua
Diamati
tabung yang menunjukan pertumbuhan yang dikocok. Apabila tabung keruh (+)
menunjukan pertumbuhan dan apabila tabung jernih (-) tidak terjadi pertumbuhan
↓
Dilaporkan
dihasil dalam bentuk tabel
↓
Dipindahkan
satu mata ose biakan dari tabung jernih kedalam media TSB dan media TSA yang
baru. Dinkubasi pada suhu 37 derajat C selama 24 jam
Hari Ketiga
Diamati
tabung ynag menunjukan pertumbuhan dengan di kocok. Apabila tabung keruh (+)
menunjukan pertumbuhan dan tabung jernih (-) tidak ada pertumbuhan .
↓
Dilaporkan
hasilnya dalam bentuk tabel .
↓
Ditentukan
konsentrasi bahan kimia yang bersifat bakteriostatik atau bakterisidal.
b.
Teknik Mikrodilusi
Disiapkan
mikroplate steril.
↓
Sebanyak 50 µl media
ditambahkan dengan 50 µl sampel pada konsentrasi tertentu pada lubang
mikroplate.
↓
Dibuat juga kontrol
positif (media+bakteri) dan kontrol negatif (media)
↓
Dilakukan pengenceran bertingkat
sebanyak 6 tingkat.
↓
Pada
masing-masing lubang diteteskan sebanyak 5 µl suspensi bakteri .
Diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 37 ̊ C
↓
Dibaca
intensitas warna terjadi menggunakan ELISA pada λ 550 nm.
Rumus
=
x
100 %
E.
Data dan Hasil
Perhitungan
Data
Tabel
Dilusi Cair
|
Mikrodilusi
|
||
Kadar sampel
|
Hasil
|
Kadar sampel
|
Hasil
|
400
µg/ml
|
-
|
400
µg/ml
|
0,212
|
200
µg/ml
|
-
|
200
µg/ml
|
0,160
|
100
µg/ml
|
-
|
100
µg/ml
|
0,142
|
50
µg/ml
|
+
|
50
µg/ml
|
0,222
|
25
µg/ml
|
+
|
25
µg/ml
|
0,243
|
Kontrol
(+)
|
+
|
Kontrol
(+)
|
0,099
|
Kontrol
(-)
|
-
|
Kontrol
(-)
|
0,134
|
Perhitungan
Prosentase kematian sel bakteri
Rumus =
x
100 %
·
Prosentase kematian sel
bakteri perlakuan A =
x
100 %
= 322.85 %
·
Prosentase kematian sel
bakteri perlakuan B =
x
100 %
= 174.28%
·
Prosentase kematian sel
bakteri perlakuan C =
x
100 %
= 122.85 %
·
Prosentase kematian sel
bakteri perlakuan D =
x
100 %
=
351.43 %
·
Prosentase kematian sel
bakteri perlakuan E =
x
100 %
= 411.43
%
Keterangan:
Perlakuan
A = Pengenceran 400 µg/ml
Perlakuan
B = Pengenceran 200 µg/ml
Perlakuan
C = Pengenceran 100 µg/ml
Perlakuan
D = Pengenceran 50 µg/ml
Perlakuan
E = Pengenceran 25 µg/ml
F.
Pembahasan
Tujuan praktikum ini adalah praktikan
dapat melakukan penetuan MIC dan MBC suatu antimikrobia menggunakan teknik
dilusi dan mikrodilusi. MIC (Minimum Inhibitory Cincentration) adalah
konsentrasi terendah dari antimikrobia yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme,
sedangkan MBC (Minimum Bakteriofag Concentration) adalah konsentrasi terendah
dari antimikrobia yang dapat berfungsi untuk membunuh mikroorganisme. Parameter
antara MIC dan MBC berbeda, untuk MIC parameternya yaitu adanya kekeruhan namun
tidak terlalu pekat sedangkan untuk MBC parameternya yaitu kejerinhan yang
menyekuruh. Terdapat pula istilah bakteriostatik dan bakteriosidal.
Bakteriostatik adalah senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri,
sedangkan bakteriosidal adalah senyawa
kimia yang dapat membunuh bakteri. Praktikum ini digunakan kontrol positif (+) serta kontrol
(-). Kontrol positif berisi
media dan bakteri yang
bertujuan untuk mengamati pertumbuhan bakteri. Untuk kontrol negatif hanya berisi media
yang digunakan sebagai pembanding tingkat parameter kejernihan.
Metode dilusi dibedakan menjadi dua
yaitu dilusi cair(broth dilution) dan dilusi padat (solid dilution). Metode
dilusi cair mengukur kadar hambat
minimum (KHM/MIC) dan kadar bunuh bakteri(KBM/MBC). Cara yang dilakukan
adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikrobia pada medium cair yang
ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikrobia pada kadar
terkecil yang terlihat jenis tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan
sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut
selanjutmya dikultur ulang pada media cair tanpa
penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24
jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan
sebagai KHM. Sedangkan metode dilusi padat atau solid dilution test, metode ini
serupa dengan metode dilusi
cair namuun menggunakan metode padat. Keuntungan metode ini adalah satu
konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji.
Pertama-tama yang dilakukan pada
praktikum yaitu membuat media. Media yang digunakan untuk uji potensi
antimikrobia terhadap bakteri yaitu menggunakan media nutrient agar. Kemudian
dilarutkan dalam aquades lalu dilakukan pemanasan yang bertujuan agar media
nutrient agar terlarut sempurna. Kemudian disiapkan 7 tabung reaksi yang
terdiri dari 2 tabung reaksi yang digunakan sebagai kontrol. Sedangkan 5 tabung
lainnya digunakan untuk pengenceran atau
perlakuan. Setelah dilakukan pengenceran 400µg/ml, 200µg/ml, 100µg/ml, 50µg/ml, 25µg/ml. Kemudian dilakukan
sterilisasi menggunakan autoklaf pada
suhu 121oC. Setelah disterilisasi semua tabung
reaksi ditambahkan bakteri atau di inolulasi menggunakan biakan bakteri S. aureus
sebanyak 20 µL
kecuali tabung kontrol positif. Proses inokulasi dilakukan di dalam LAF.
Prinsip LAF adalah menyaring udara yang masuk ke dalam daerah kerja melalui
filter sehingga udara yang masuk ke daerah kerja bebaas mikroorganisme dan
partikel asing diudara. Setelah itu semua tabung kemudian di inkubasi selama 24
jam dengan suhu 37oC.
Pada hari kedua diamati tabung yang
menunjukan pertumbuhan dengan cara dikocok.
Apabila tabung terlihat keruh (+) menandakan bahwa telah terjadi pertumbuhan
bakteri di dalam tabung dan apabila tabung terlihat jernih (-) menandakan tidak
terjadinya pertumbuhan bakteri atau telah terjadi penghambatan pertumbuhan
bakteri oleh antibiotik
yang ditambahkan. Pada keadaan ini disebut MIC (Minimum inhibitory
concentration) atau konsentrasi terendah bahan antimicrobial yang mengahambat
pertumbuhan. Dari hasil percobaan didapatkan tabung
A, B, C berwarna bening yang menunjukkan tidak terjadi pertumbuhan bakteri di
dalam tabung tersebut. Hal ini menandakan antibiotic pada kadar 400, 200, dan
100 µg/ml mampu menghambat
pertumbuhan bakteri. Sedangkan pada tabung D dan E berwarna keruh yang
menunjukkan terjadi pertumbuhan bakteri di dalam tabung tersebut. Hal ini
menandakan bahwa antibiotic pada kadar 50 dan 25 µg/ml tidak dapat menghambat
pertumbuhan bakteri. Dari data tersebut didapatkan MIC antibiotik adalah 100 µg/ml.
Selanjutnya dilakukan percobaan
uji potensi antimicrobial menggunakan teknik mikrodilusi menggunakan mikroplate
steril dengan teknik pembacaan intensitas warna menggunakan metode Enzyme Linked Immun Sorbent Assay (ELISA) pada panjang gelombang 550
nm. ELISA adalah suatu teknik biokimia yang terutama
digunakan pada bidang immunologi untuk mendeteksi kehadiran antibody atau
antigen dalam suatu sampel. Dalam bahasa sederhana, sejumlah antigen yang tidak
dikenal ditempelkan pada suatu permukaan, kemudian antibody spesifik dicucikan
pada permukaan tersebut, sehingga akan berikatan dengan antigennya. Antibodi
ini berikatan dengan suatu enzim dan pada tahap terakhir, ditambahkan substansi
yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal yang dapat dideteksi. Dengan metode ELISA dapat diketahui
nilai absorbansinya. Dari percobaan ini didapatkan nilai absorbansi kontrol
positif 0,099; kontrol negatif 0,134; perlakuan A 0,212; perlakuan B 0,160;
perlakuan C 0,142; perlakuan D 0,222; perlakuan E 0,243.Hasil percobaan yang didapat tidak sesuai dengan teori
yang ada, dimana seharusnya semakin
kecil konsentrasi, semakin kecil pula
nilai absorbansi larutan uji maka semakin banyak juga bakteri yang tumbuh (hidup).
G.
Kesimpulan
MIC dan MBC ditentukan dari hasil kadar
absorbansinya dimana kadar mencapai 90 % atau lebih maka antibiotik memiliki
MIC yang baik, apabila <90 % antibiotik MIC nya tidak baik. Semakin kecil
MIC maka zona hambat antibiotiknya kecil.
H.
Daftar Pustaka
1. Anonim,
2000, Widman’s Clinical Interpretation of
Laboratory Tests II/E, F.A Davis Company, U.S.A
2. Anonim,
2011, Prinsip Metode Dilusi, available at http: // repository.usu.ac.id/bistream/123456789/19639.../chapter%2011.pdf
3. Jawetz,
Melnick & Adelberg’s, 2011,
Mikrobiologi Kedokteran, Penerjemah Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
UNAIR, Salemba Medika, Jakarta.
4. W.
Lay, Bilbiana, 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, Raja Gravindo Persada,
Jakarta.
5. Langfield
RD, Scarano FJ, Heitzman ME, Kondo M, Hammond GB, Neto CC. 2004.Use of a
modified microplate bioassay method to investigate antibacterial activity in
the Peruvian medicinal plant Peperomia
galiodes. J. Ethnopharmacol. 94: 279-281.
6. Baris
O, Gulluce M, Sahin F, Ozer H, Kilic H, Ozkan H, Sokmen M, Ozbek T .2006.
Biological activities of the essential oil and methanol extract of Achillea
Biebersteinii Afan. (Asteraceae). Turk. J. Biol. 30: 65-73.